LINGGA PIKIRAN RAKYAT - Budaya dinamis Kabupaten Lingga di Indonesia memiliki tradisi pernikahan yang unik, terutama dalam hal pemberian maskawin (uang mahar). Selama pemerintahan Kesultanan Lingga-Riau, terdapat sistem menarik yang mengatur maskawin berdasarkan status sosial dan garis keturunan.
Tradisi yang Disesuaikan: Mas Kawin untuk Bangsawan dan Rakyat Jelata
Berbeda dengan pendekatan yang seragam, maskawin bervariasi tergantung pada garis keturunan pengantin pria. Berikut sekilas tentang praktik sejarahnya:
- Keturunan Sultan: Sesuai dengan status kerajaan mereka, maskawin untuk para pangeran ini terdiri dari uang dalam jumlah yang lebih besar, biasanya melebihi jumlah yang ditawarkan oleh orang lain.
- Keturunan Datuk (Bangsawan): Menempati posisi terhormat, putra datuk memberikan sejumlah uang yang pantas, beserta sepotong kain tradisional dan sebuah cincin.
- Orang Bugis: Kelompok etnis ini di Lingga memiliki tradisi tersendiri. Maskawin mereka melibatkan jumlah tertentu (66 Ringgit), sepotong kain, dan sebuah cincin.
- Orang Dalam (Melayu Asli): Maskawin untuk para pria dari kelompok ini, termasuk komunitas Orang Bangka Daik, mengikuti jumlah yang ditetapkan (biasanya 44 Ringgit), sepotong kain, dan sebuah cincin.
Jejak Sejarah: Warisan Yang Dipertuan Muda
Yang Dipertuan Muda (Putra Mahkota) Riau ke-10, Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi, memainkan peran penting dalam melestarikan tradisi ini. Beliau menegaskan kembali praktik yang sudah ada sambil menerapkan beberapa modifikasi.
Baca Juga: Coastal Area Karimun: Destinasi Wisata Bahari yang Wajib Dikunjungi
Simbolisme yang Abadi: Kain Lipat 44 yang Penuh Misteri
Dalam adat Melayu Lingga, sepotong kain merupakan bagian tak terpisahkan dari hantaran maskawin. Biasanya, kain ini dilipat dengan cara unik yang dikenal dengan sebutan "kain lipat 44". Meskipun namanya menunjukkan 44 lipatan yang tepat, ini lebih bersifat simbolis daripada arti sebenarnya.
Makna yang Terjalin dalam Lipatan